Sejarah landasan yuridis Pendidikan Nasional
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktik pendidikan nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada landasan yuridis tertentu yang telah ditetapkan, baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah mengenai pendidikan. Para pendidik dan tenaga kependidikan perlu memahami berbagai landasan yuridis sistem pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan yang diembannya. Dengan demikian diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan nasional.
BBM ini akan membantu Anda dalam memahami berbagai landasan yuridis sistem pendidikan nasional, khususnya landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan pada SD/MI baik yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Materi BBM ini terdiri atas tiga sub pokok bahasan. Sub pokok bahasan pertama membahas landasan yuridis penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sub pokok bahasan kedua membahas landasan yuridis penyelenggaraan sistem pendidikan nasional pada jalur, jenjang, dan satuan pendidikan. Adapun sub pokok bahasan ketiga membahas tentang standar nasional pendidikan SD/MI dan guru sebagai pendidik professional.
B. Rumusan Masalah
Setelah mempelajari BBM ini, Anda diharapkan memahami berbagai landasan yuridis sistem pendidikan nasional, khususnya landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan pada SD/MI dan landasan yuridis mengenai guru sebagai pendidik profesional. Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda perlu dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Menjelaskan landasan yuridis cita-cita dan amanat mengenai penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
2. Menjelaskan landasan yuridis tentang dasar, fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan di dalam sistem pendidikan ansional.
3. Menjelaskan landasan yuridis tentang hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, Negara, Pemerintah dan pemerintah daerah.
4. Menjelaskan landasan yuridis tentang jalur jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
5. Menjelaskan landasan yuridis tentang kurikulum dan bahasa pengantar.
6. Menjelaskan landasan yuridis tentang peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
7. Menjelaskan landasan yuridis fungsi dan tujuan standar nasional pendidikan.
8. Menjelaskan landasan yuridis lingkup Standar Nasional Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
9. Menjelaskan landasan yuridis tentang guru sebagai pendidik profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. UUD Negara R.I. Tahun 1945 (UUD 1945) Mengenai Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional
Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan pada tgl. 17 Agustus 1945. Sehari setelah itu, pada tgl. 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara. Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan UUD 1945, di sana tersurat dan tersirat cita-cita nasional di bidang pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan agar “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
1. Definisi Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Sistem Pendidikan Nasional
Sebagaimana telah Anda pelajari dalam BBM 5 (Landasan Historis Pendidikan) bahwa Pemerintah telah memberlakukan UU RI No. 4 tahun 1950 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Di Sekolah yuncto UU RI No. 12 Tahun 1954. Sejak 27 Maret 1989 undang-undang tersebut diganti dengan UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Adapun sejak tanggal 8 Juli 2003 Pemerintah memperbaharui dan menggantinya dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Mari kita kaji apa yang dimaksud dengan pendidikan, pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional menurut undang- undang tersebut.
Pendidikan. Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan Nasional dan Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003). Adapun sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 ayat 3 UU RI No. 20 Tahun 2003).
2. Dasar, Visi, Misi, Fungsi, Tujuan, Strategi Pendidikan nasional, dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Dasar Pendidikan Nasional. Tersurat dalam Pasal 2 Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 bahwa: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Visi dan Misi Pendidikan Nasional. Visi Pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan , pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI (Penjelasan atas UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana termaktub dalam pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003, serta berdasarkan visi dan misi tersebut di atas, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Adapun tujuan pendidikan nasional adalah untuk “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 dan Penjelasan atas UU RI No. 20 tahun 2003).
Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional. Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Adapun strategi pembangunan pendidikan nasional meliputi:
1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;
2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi;
3. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
4. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan;
5. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan;
6. penyediaan sarana belajar yang mendidik;
7. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan;
8. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
9. pelaksanaan wajib belajar;
10. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
11. pemberdayaan peran masyarakat;
12. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional (Penjelasan atas UU RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam konteks sistem pendidikan nasional, ditegaskan agar penyelenggaraan pendidikan didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kamauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Pasal 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).
3. Hak dan Kewajiban warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, Negara dan Pemerintah
Hak dan Kewajiban Warga Negara. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 memberikan jaminan bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Selanjutnya dalam Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 dijabarkan lagi bahwa:
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Berkenaan dengan Pasal 5 ayat (2) s.d. ayat (4) UU RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 32 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mempu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Di samping mempunyai berbagai hak tersebut di atas, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (Pasal 31 ayat (2) UUD 1945). Selanjutnya Pasal 6 UU RI Tahun 2003 menyatakan:
(1) setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Hak dan Kewajiban Orang Tua. Hak dan kewajiban orang tua termaktub pada pasal 7 UU RI No. 20 tahun 2003, yaitu:
(1) Orang tua berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Hak dan Kewajiban Masyarakat. Hak dan kewajiban masyarakat termaktub pada pasal 8 dan pasal 9 UU RI Tahun 2003. Pasal 8 menyatakan: “ Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”. Adapun pasal 9 menyatakan bahwa: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Kewajiban Negara. Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan agar: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah. “Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 10 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Di samping mempunyai berbagai hak tersebut, pemerintah juga mempunyai berbagai kewajiban. Apabila Anda mengkaji kembali Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, maka dapat dipahami bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar bagi setiap warga negara. Adapun Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 mengamanatkan agar:“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Selanjutnya menurut Pasal 11 UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa:
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(1) (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
4. Wajib Belajar
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 34 UU RI No. 2003 menyatakan:
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.\
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketenetuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
B. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1. Jalur Jenjang, Jenis, dan Satuan Pendidikan
Jalur Pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional terdapat tiga jalur pendidikan, termaktub pada Pasal 13 UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa:
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melangkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pendidikan Formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003). Tersurat pada pasal tersebut dan ditegaskan lagi pada Pasal 14 bahwa: “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.
Pendidikan Dasar. Pasal 17 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan atas pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa “Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program seperti Paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs adalah program seperti Paket B. (Catatan: Paket A dan B diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal).
Pendidikan Menengah. Menurut Pasal 18 UU RI Tahun 2003 bahwa:
(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dalam Penjelasan atas pasal 18 ayat (3) di atas dikemukakan bahwa: “Pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah program seperti Paket C. (Catatan: Paket C diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal).
Pendidikan Tinggi. Pasal 19 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Selanjutnya menurut Pasal 20 bahwa:
5. (1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(3) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(4) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Selain pasal (19) dan pasal (20) masih terdapat lima pasal lagi yang mengatur tentang pendidikan tinggi, yaitu pasal (21) s.d. pasal (25). Silakan Anda baca dalam UU RI No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jenis Pendidikan. Jenis pendidikan adalah kelompok pendidikan yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (Pasal 1 ayat 9). “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus” (Pasal 15 UU RI No.20 Tahun 2003). Penjelasan atas Pasal 15 ini adalah sebagai berikut:
a) Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
b) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
c) Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d) Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
e) Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimalsetara dengan program sarjana. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
f) Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
g) Satuan Pendidikan. Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat (Pasal 16 UU RI No. 20 Tahun 2003). Adapun yang dimaksud “satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan” (Pasal 1 ayat 10 UU RI No. 20 Tahun 2003). Coba Anda identifikasi berbagai satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan formal sebagaimana telah diuraikan di muka.
Badan Hukum Pendidikan. Pasal 53 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan :
(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pendidikan Nonformal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Pasal 1 ayat 12 UU RI No. 20 Tahun 2003). Selanjutnya menurut Pasal 26 bahwa:
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
6. keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penialaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan Informal. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1 ayat 13 UU RI No. 20 Tahun 2003). Selanjutnya Pasal 27 menyatakan:
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
2. Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Kedinasan, Pendidikan Keagamaan, dan Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 ayat 14 UU RI No. 20 Tahun 2003). Pasal 28 UU RI No. 20 Tahun 2003 selanjutnya menyatakan:
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga, atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan atas Pasal 28 ayat (1): Pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Penjelasan atas Pasal 28 ayat (3): Taman kanak-kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Raudhatul athfal (RA) menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri seperti pada taman kanak-kanak.
Pendidikan Kedinasan. Pasal 29 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
bahwa:
Pendidikan Keagamaan. Pasal 30 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
7. yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
(5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan Jarak Jauh. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik, dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi informasi, dan media lain (Pasal 1 ayat 15 UU RI No. 20 Tahun 2003). Selanjunya menurut Pasal 31 bahwa:
(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
3. Kurikulum, Bahasa Pengantar, Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga kependidikan
Kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 ayat 19 UU RI No. 20 Tahun 2003). Di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat tiga pasal yang mengatur tentang kurikulum, yaitu Pasal 36, 37, dan 38.
Pasal 36:
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, keserdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulkum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37:
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
(2) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) …. diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38:
(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
….
Bahasa Pengantar. Pasal 33 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan, dan/atau keterampilan tertentu.
(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
Peserta Didik. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Hak Peserta Didik. Termaktub dalam Pasal 12 ayat (1) UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang segama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d. menndapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Kewajiban Peserta Didik. Termaktub dalam Pasal 12 ayat (2) bahwa: “Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yangdibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12 ayat (3) UU RI No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa: “Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya ayat (4) menyatakan bahwa: “Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Adapun yang dimaksud tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Lihat Pasal 1 ayat 6 dan 7 UU RI No. 20 tahun 2003). Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat enam pasal yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan yaitu: pasal 39, 40, 41, 42, 43, dan 44.
Pasal 39:
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
C. UU No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan;
1. Standar Nasional Pendidikan SD/MI
Kajilah secara teliti tentang Standar Nasional Pendidikan berkenaan dengan pendidikan untuk SD/MI, yang termaktub pada PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana disajikan berikut ini.
a. Pengertian. Lingkup, fungsi, dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan
Pengertian dan Lingkup. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 1). Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana pendidikan; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan; dan h. standar penilaian pendidikan (Pasal 2 ayat (1)).
Fungsi dan Tujuan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Pasal3). Standar Pendidikan Nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 4).
b. Standar Isi
Pasal 5
(1) Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
(2) Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan strukturkurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan /akademik.
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1) Kurikulum untuk pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengertahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(4) Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.
(5). Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
(6) Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Pasal 7
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pegetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
(7) Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
(8) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
Pasal 8
(1) Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
(3) Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Beban Belajar
Pasal 10
(1) Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktut, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
(2) MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
(3) Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan
persentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1) Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
Pasal 17
(1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
(2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetrensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
Kalender Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1) Kalender pendidikan/akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
(2) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester.
(3) Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
c. Standar Proses.
Pasal 19
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran
pendidik memberikan keteladanan.
(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kuranya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pasal 21
(1) Pelaksanaan proses pembelajaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimum per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.
(2) Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Pasal 22
(1) Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
(2) Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok.
(3) Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada jenjang pendidkan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksnakan satu kali dalam satu semester.
Pasal 23
Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dilmaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Pasal 24
Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembalajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
D. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
Undang – undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) memuat hal – hal umum yang berlaku bagi guru dan dosen, dan ketentuan yang berlaku khusus bagi guru, serta ketentuan yang khusus berlaku bagi dosen. Dalam penyajian di sina hanya dikemukakan materi yang berkaitan dengan guru saja. Adapaun materi yang berkaitan dengan guru, secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, elati9h, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan nenengah, termasuk pendidikan usia dini (Pasal 1 ayat (1) UU No. 14 tahun 2005 UUGD).
2. Prinsip Profesional Guru : Pasal 7 Ayat (1)
a. Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai
c. Memiliki kompetensi yang diperlukan
d. Memiliki ikatan kesejawatan & kode etik profesi
e. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
f. Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya
g. Memiliki kesempatan pangembangan profesi
h. Memiliki jaminan perllindungan hukum
i. Memiliki organisasi profesi
3. Persyaratan Guru
a. Memiliki kualifikasi akademik S1/D4
b. Memiliki kompetensi
1) Pedagogik
2) Kepribadian
3) Sosial
4) Profesional
Yang diperoleh melalui pendidikan profesi
c. Sehat jasmani dan rohani
4. Dalam penjelasan Pasal 10, ditegaskan sebagai berikut :
a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, beraklak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik.
c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luar dan mendalam.
d. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, dan masyarakat sekitar.
5. Tentang Sertifikasi
a. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
b. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
c. Sertifiikasi pendidik dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang memiliki orogram pengadaan – pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapakan oleh.
d. Sertrifikat pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel.
6. Isi UUGD
a. Terdiri dari 8 Bab dab 84 Pasal, 205 ayat
b. Umum: 6 Bab, 15 Pasal, 23 ayat
c. Tentang Guru: 1 Bab, 37 Pasal, 96 ayat
d. Tentang Dosen: 1 Bab, 32 Pasal, 86 ayat
7. Bab IV tentang Guru
a. Bagian Ke-1 : Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi (Ps 8-13)
b. Bagian Ke-2 : Hak dan Kewajiban (Ps 14-20)
c. Bagian Ke-3 : Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 21-23)
d. Bagian Ke-4 : Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 24-31)
e. Bagian Ke-5 : Pembinaan dan Pengembangan (Ps 32-35)
f. Bagian Ke-6 : Penghargaan (Ps 36-38)
g. Bagian Ke-7 : Perlindungan (Ps 39)
h. Bagian Ke-8 : Cuti (Ps 40)
i. Bagian Ke-9 : Organisasi Profesi dan Kode Etik (Ps 41-44)
8. Bab V : Dosen
a. Bagian Ke-1 : Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Ps 45-50)
b. Bagian Ke-2 : Hak dan Kewajiban Dosen (Ps 51-60)
c. Bagian Ke-3 : Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 61-62)
d. Bagian Ke-4 : Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 63-69)
e. Bagian Ke-5 : Pembinaan dan Pengembangan (Ps 69-72)
f. Bagian Ke-6 : Penghargaan (Ps 73-74)
g. Bagian Ke-7 : Perlindungan (Ps 75)
h. Bagian Ke-8 : Cuti (Ps 76)
9. Kedudukan Guru (Apsal 2)
a. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
b. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
10. Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi
a. Pasal 8 ; Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Pasl 9 : Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
c. Pasal 10 : (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi..
d. Pasal 11 :
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pedidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
e. Pasal 13 :
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
11. Kompetensi profesional guru meliputi (Pasal 10 ayat (1))
a. Kompetensi pedagogik
b. Kompetensi kepribadian
c. Kopetensi Sosial
d. Kompetensi Profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi
12. Hak Peofesional Guru (Pasal 14 ayat (1))
a. Memperoleh kebutuhan diatas kebutuhan hidup minimum dan kesejahteraan sosial.
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjamg kelancaran tugas keprofesionalan.
f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan , kode etik guru, dan peraturan perundang – undangan.
g. Memperoleh rassa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas,
h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi,
i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penetuan kebijakan pendidiakan,
j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi,
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
13. Penghasilan Di Atas Kebutuhab Minimum ( Pasal 15)
a. Gaji pokok,
b. Tunjangan yang melekat pada gaji,
c. Tunjangn profesi,
d. Tunjangan fungsional,
e. Tunjangan khusus,
f. Maslamat tambahan.
14. Hak – hak Guru (Pasal 15)
a. Penghasilan diatas kebutuhan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
b. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perudang – undangan.
c. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselengggarakn oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
15. Tunjangan Profesi (Pasal 16)
a. Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
b. Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kalli gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama.
c. Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
16. Tunjangn Fungsional (Pasal 17)
a. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) kepada guru yang diangakat oleh satuan pendidikan yang diselenggakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
b. Pemerintah dan/atau pemeritah daerah memberikan subsida tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bkepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggaakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perunddang – undangan.
c. Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
17. Tunjangan Khusus (Pasal 18)
Pemerintak memberikan tunjangan khusus sebagaiman dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daarah khusus.
a. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
b. Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan leh pemda sesuai dengan kewenangan.
18. Mashlat Tambahan berupa tambahan kesejahteraan dalam bentuk:
a. Tunjangan pendidikan,
b. Asuransi pendidikan,
c. Beasiswa,
d. Penghargaan bagi guru,
e. Kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
f. Pelayanan kesehatan,
g. Dan nentuk lainnya (Pasal 19 ayat 1)
19. Organisasi Profesi (Pasal 41)
a. Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
b. Organisasi proesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kessejahteraan, & pengabdian kepada masyarakat.
c. Guru wajib menjadi angota profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
d. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menfasilitasi organisasi profesi guru dalam melaksanakan pembinaan & pengembangan profesi guru.
20. Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan (Pasal 42):
a. Menetapkan & menegakakan koe etik guru;
b. Memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. Memberikan perlindungan profesi guru;
d. Melakukan pembinaan & pengembangan profesi guru, dan
e. Memajukan pendidikan nasional.
21. Kode Etik (Pasal 43)
a. Untuk menjaga & meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
b. Kode etik sebagaimana pada ayat (1) berisi norma & etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
22. Dewan Kehormatan (Pasal 44)
a. Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
b. Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
c. Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk unutk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberiaan sanksi pelanggaran kode etik oleh guru.
d. Rekomendasi dwan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus obyektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang – undangan.
e. Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
23. Pasal 82 ayat :
a. Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak berlakunya undang – undang ini.
b. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada undang – undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 tahun sejak berlakunya undang – undang ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
UUD 1945 dan UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dua bentuk landasan yuridis pendidikan nasional. Pasal 31 UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk mendapat pendidikan, mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan mewajibkan pemerintah untuk membiayaninya. Pasal 31 UUD 1945 juga mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kuranya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, serta memajukan Ilmu pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Landasan yuridis pendidikan yang bersumber dari UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional - yang dikaji dalam kegiatan pembelajaran ini - antara lain meliputi: Pasal 1 Ketentuan Umum; Penjelasan mengenai visi, misi, dan strategi pendidikan nasional; Pasal 2 mengenai dasar pendidikan nasional; Pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional; Pasal 4 mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan; Pasal 5 s.d.Pasal 11 mengenai hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah; Pasal 32 mengenai Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus; serta Pasal 34 mengenai wajib belajar.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 dalam sistem pendidikan nasional, terdapat tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pada jalur pendidikan formal terdapat tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Adapun jenis pendidikannya terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus.
Standar Nasional Pendidikan SD/MI – sebagai bahan kajian dalam kegiatan pembelajaran ini – mengacu pada PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Lingkupnya meliputi: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana pendidikan; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan.
UU RI No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen merupakan salah satu landasan yuridis tentang guru sebagai tenaga profesional. Di dalamnya antara lain menetapkan tentang kedudukan, fungsi dan tujuan guru; prinsip profesionalitas; kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru; hak dan kewajiban guru; pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian guru; pembinaan dan pengembangan guru; penghargaan dan perlindungan terhadap guru; cuti; organisasi profesi dan kode etik guru.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi dan HAR. Tilaar. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993.
DepartemenPendidikandanKebudayaan. (2012). SalinanPermendikbud No. 05 Tahun 2012, Jakarta :Depdikbud.
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Buku I Naskah Akademik Sertifikasi Dosen, 2009, hlm.9.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, ( Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 135
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang “Guru dan Dosen”.
Syahrul Kirom, mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. www.pphe- ri.com/detailhlb.asp?id=2001
Suparlan.2009.Double Degree, PPG, dan Sertifikasi Solusi Peningkatan Pendidikan Ataukah Komersialisasi Pendidikan?. Makalah disajikan dalam seminar BEMFMIPA, UNIVERSITAS NEGERI MALANG, Malang,
Tim PGRI Jateng.2007.Pendidikan Sejarah Perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia (PSP PGRI).Semarang:IKIP PGRI Semarang Press
0 Response to "Sejarah landasan yuridis Pendidikan Nasional"
Posting Komentar